SAMPIT -Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Hj Darmawati menyayangkan Peraturan daerah(perda) milik pemerintah daerah Kabupaten Kotawaringin timur nomor 5 tahun 2011 terkait pola kemintraan yang saat ini ternyata belum berlaku secara maksimal pasalnya sampai saat ini masih marak tuntutan masyakat dalam hal pola kemitraan,padahal jelas perda tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 26 tahun 2007 tentang Pedoman perizinan usaha perkebunan, secara tegas disebutkan jika perusahaan diwajibkan untuk menyediakan lahan seluas 20 persen dari luas lahan Hak Guna Usaha (HGU) miliknya untuk kebun kemitraan atau plasma.
Dalam Permentan Nomor 26 Tahun 2007 masih dianggap multitafsir sebab memang tidak ada ketegasan soal penyediaan lahan plasma, sehingga perlu ada aturan pendukung untuk mempertegasnya salah satunya yaitu melalui Perda plasma. peraturan Menteri Pertanian No 26 tahun 2007 dan diperbaharui Peraturan Menteri Pertanian No 98 tahun 2013 menekankan bahwa sejak Februari 2007, apabila terjadi pembangunan kebun kelapa sawit, perusahaan inti wajib untuk membangun kebun masyarakat di sekitarnya di mana areal lahan diperoleh atau membangun kebun dari lahan masyarakat yang ada di sekitarnya. ‘’selain itu aturan yang akan dijadikan landasan hukum dari Perda plasma yaitu UU 18/2004 tentang perkebunan, PP 44/1997 tentang Kemitraan, Permentan 26/2007 tentang Pedoman perizinan usaha perkebunan dan Permen Agraria/ Kepala BPN nomor 2/1999 tentang izin lokasi ‘’jelasnya
Kemudian Permenkehutan tahun 2011 mengamanatkan 20 persen wajib membangun Kebun Kemitraan berdasarkan Luasan Perizinan.“Dengan berdasarkan dua buah Peraturan tersebut berarti sejak 2007 hingga yang saat ini masih dalam proses sekarang Perizinan Pelepasan Kawasan maka Hak masyarakat ada di dalamnya ini lah yang saat ini beluim teralisasi oleh perusahaan itu kemudian keluar lagi peraturan baru oleh presiden Ri tahun 2017 bahwa setiap BPS wajib membangun pola kemintraan .’’ungkap nya
Kemudian pemerintah juga telah mencantumkan ketentuan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dalam UU Perkebunan no 39 tahun 2014 yang mewajibkan perusahaan mengikuti standar pembangunan kebun kelapa sawit yang berkelanjutan dengan mengikuti ketentuan peraturan dan perundang-undangan di Indonesia, yakni perusahaan perkebunan wajib memperhatikan faktor sosial, ekonomi , dan lingkungan di mana salah satunya membangun perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dengan pembangunan kebun kelapa sawit yang kepemilikan lahannya oleh masyarakat.
Dia juga meminta kepada pemerintah daerah supaya benar benar mengawal peraturan daerah ini supaya membawa kesejatraan bagi masyakat dan perusahan pun bisa terlindungi sebab secara otomatis jika pola kemintraan berjalan dengan baik maka sengketa lahan klim lahan dan lainnya akan berkurang dengan sendirinya .’’pemeribntah harusnya sudah mendata seluruh pekebunan kepala sawit yang sudah dan yang belum melakukan pola kemintraan ini kemudian dilakukan penataan kembali .’’harapnya.(jn)