Sampit,- Kampanye untuk mengembalikan tradisi wisuda hanya pada jenjang pendidikan Sarjana di media sosial oleh sejumlah kalangan wali murid, mendapat perhatian Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Riskon Fabiansyah, ia menilai Dinas Pendidikan (Disdik) setempat harus segera mengambil sikap.
Dunia pendidikan Indonesia nampaknya membutuhkan perubahan yang cukup signifikan. Setelah adanya temuan grup WhatsApp LGBT di tingkat Sekolah Dasar di salah satu daerah, sekarang isu yang sedang viral adalah kampanye untuk mengembalikan tradisi wisuda hanya pada jenjang sarjana.
“Kita ketahui bersama, perdebatan pro dan kontra mengenai manfaat dan kerugian acara perpisahan/wisuda di dunia pendidikan tingkat TK, SD, SMP, hingga SMA/sederajat, masih terus berlangsung disejumlah jejaringan media sosial,” kata Riskon Fabiansyah, Jum’at 16 Juni 2023 di Sampit.
Menurut Riskon, banyak orang tua dan wali murid yang mengekspresikan keberatan mereka terhadap acara seremonial tersebut, terutama bagi mereka yang berada dalam kondisi ekonomi yang lemah. Sedangkan dijenjang pendidikan berikutnya wali murid juga harus mempersiapkan biaya lagi untuk pendaftaran anak mereka.
Meski demikian sambung Politisi Partai Golkar ini mengungkapkan, salah satu manfaat yang dikemukakan oleh pihak sekolah adalah bahwa acara wisuda bertujuan untuk memotivasi dan membangkitkan kebanggaan di antara warga sekolah, selain sebagai sarana silaturahmi antara siswa, guru, komite sekolah, dan orang tua murid.
Legislator Komisi III DPRD Kotim yang membidangi persoalan pendidikan ini menjelaskan, biasanya keputusan mengenai acara yang bersifat seremonial tersebut sebelumnya pasti telah dibahas bersama komite sekolah. Hal ini selaras dengan tujuan aturan dari Permendikbud No. 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah, terkait dengan tanggung jawab terhadap dunia pendidikan yang tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab orang tua.
Dalam hal itu, Komite diperbolehkan menjalankan tugasnya dengan mengumpulkan dukungan dari masyarakat dan dunia usaha sesuai ketentuan, namun tidak diperbolehkan untuk menetapkan jumlah sumbangan yang diwajibkan dalam pelaksanaan kegiatan di sekolah.
“Oleh karena itu, polemik mengenai pro kontra acara wisuda di berbagai tingkatan sekolah, mulai dari TK hingga SMA, seharusnya mendapat perhatian Dinas Pendidikan agar segera mengeluarkan surat himbauan kepada semua satuan pendidikan, khususnya di Kabupaten Kotawaringin Timur,” ungkapnya.
Surat tersebut lanjut Riskon, agar jika ada penolakan dari orang tua murid terhadap kegiatan wisuda, maka kegiatan dapat digantikan dengan kegiatan lain yang tidak memberatkan orang tua murid dengan biaya tambahan.
Ditambahkannya, penting untuk diingat bahwa sumbangan tidak boleh diwajibkan dalam jumlah tertentu, melainkan harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi orang tua murid. Kami juga mengimbau kepada orang tua yang merasa keberatan terhadap pungutan yang dilakukan oleh pihak sekolah agar melaporkan hal tersebut kepada kami, karena tindakan tersebut termasuk dalam praktik pungutan liar (PUNGLI).
Selain itu, pihak sekolah tidak boleh menahan ijazah murid sebagai akibat dari ketidakpartisipasian mereka dalam acara wisuda/perpisahan. Jika terjadi kasus semacam ini, kami siap untuk mengambil tindakan lanjutan yang sesuai.(Fit).